Semburat jingga saat akan terbenam |
Selalu menyenangkan
melihat langit biru perlahan-lahan berubah warna menjadi jingga, lalu
kemudian kelam. Menikmati proses detik-detik sang surya tenggelam di
kejauhan, membuat pendaran oranye menggantung di dalam memory.
Ya, saya suka sekali dengan semua yang berhubungan dengan matahari. Saat
terbitnya, saat tenggelamnya, saat dia meminjamkan sinarnya kepada
rembulan agar dia nampak indah, dan saat dia memberikan kehidupan kepada
bumi dengan cahayanya.
Dan, Samarinda, merupakan sebuah kota yang dikelilingi perkotaan. Sunset dan sunrise
hampir tidak mungkin dinikmati kecuali melalui tempat yang tinggi. Dan
saya baru dapat satu tempat terbaik untuk menikmati sunset adalah di
Bukit Jelawat. Ya, saya bilang bukit, bukan gunung, karena yah, memang
tidak pantas jika disebut dengan gunung.
Jadi,
terima kasih kepada mba Ellie Hasan, yang menuntun saya sampai ke tempat ini, tempat yang belum banyak orang mengetahuinya. Dan trip ini pula yang menginspirasi
fiksi saya berjudul Hanya Sebatas Perbedaan Perspektif. Waktu itu rombongan mencapai 8 orang, dan saya merasakan nearly death experience
di sini. Haha,, biasa, karena pecicilan foto-foto gak liat jalan, hampir
aja jatuh gelundung dari puncak bukit. Effort-nya dong, wuih, sampai
kehabisan napas. Beberapa kali berhenti sekadar untuk mengatur napas, dan pada
saat turun bukit, kaki gemeteran sangking dieksploitasi habis-habisan.
Tapi, semua perjuangan itu jadi sepadan setelah melihat keindahan sunset-nya yang walaupun saat itu langit
sedang berawan, sunset-nya tetap mampu membuat saya bertasbih kepada-Nya. Ternyata ada tempat
seseru ini di Samarinda, pikir saya. Memang, Samarinda itu paling indah
jika dinikmati from the top. Jadi ngebayangin seandainya aja pemerintah
mau membangun bianglala segede yang ada di London atau seperti Singapore Flyer, uuuw,, pasti deh,
pasti Samarinda lebih keren lagi.
Ini adalah Sunset 31 Maret 2013 |
Dan, yang mau saya
ceritakan ini adalah pengalaman saya kedua kalinya mendaki gunung itu
demi mengejar sunset bersama si Ganteng. Ya, Si Ganteng harus bisa
mengabadikan momen ini, pikir saya. Si Ganteng harus merasakan betapa
excited-nya saya saat melihat sunset itu. Dan dia harus mengabadikan
moment itu dalam bentuk video. Ya, HARUS!
Maka
hari itu, rencana awal saya untuk memenuhi
undangan dari Team Flashmob kepada EH Samarinda dalam acara Circus Show,
saya batalkan, hanya karena melihat betapa langit hari itu begitu
sempurna. Awannya sedikit, dan bergumul seperti permen kapas. Sedangkan
awan yang seperti selaput membran tipis itu gak ada sama sekali.
Benar-benar langit yang saya harapkan untuk bisa mendapatkan momen
fullround-sun.
Sekitar
pukul 16.45 WITA, saya
dan seorang teman yang saya jebak untuk menjadi asisten dan seksi
perlengkapan dadakan (baca : tukang angkat-angkat barang), berangkat ke
titik awal pendakian.
Titik awal pendakian berada di lingkarang kuning |
Yah, walaupun
sebenarnya ini tidak bisa dibilang pendakian, namun jalanan menanjak
yang curam, dan jalur yang absurd karena saya sendiri lupa harus lewat
mana, menjadi tantangan pendakian sendiri buat saya. Untungnya seminggu
belakangan sering lari-lari, jadinya gak terlalu kagok sama pendakian tingkat dasar seperti ini. Tapi, yah bagaimanapun juga, jalurnya lumayan
berat. Beberapa kali masih sempet berhenti untuk mengatur napas.
Sesampainya
di puncak, si Matahari lagi sembunyi di balik awan. Hampir kecewa,
karena saya pikir mataharinya ga bakal keliatan lagi. Tapi ternyata,
masih ada sedikit celah di antara awan dan pegunungan tempat jatuhnya
matahari. Sehingga, momen itu adalah pertama kalinya saya melihat sunset yang bulat penuh. Menarik sekali melihat bulatan itu
perlahan-lahan turun dan menghilang di balik pegunungan.
Saat itu mataharinya sudah menghilang di balik awana. |
Si Ganteng memang
sudah saya pastikan untuk mengabadikan dalam bentuk video. Setelah
tripod dan posisi stabil terpasang, dia gak bisa diganggu gugat. Hasil
akhir videonya berdurasi sekitar 11 menit. Dan, yang sangat saya
sesalkan adalah mode fokus otomatisnya. Beberapa kali dia berubah fokus
sendiri. Arghh,, lain kali kalau mengambil video sunset, ga pake
otomatis-otomatisan lagi. Kapok dah.
Saya
tidak pandai menggambarkan keindahannya dengan kata-kata. Jadi saya
abadikan sedikit moment sunsetnya dengan menggunakan SIIryuu.
Full-Round-Sunset |
Si Ganteng Standby Recording Video |
Kota Samarinda dengan cahaya jingga |
Panorama Photo, With : SIIryuu |
Hari
itu, saya menuruni bukit dengan perasaan sangat puas, dan kaki yang
tidak gemetaran lagi. Rasanya tidak menyesal menunda beberapa hal hanya
untuk hal ini. Bahkan, beruntungnya saya, saat berpaling dari sunset
tersebut, tepat berhadapan dengan matahari, sang rembulan sedang
bersinar secara total, purnama.
Lampu Terang itu bernama Purnama. |
Mungkin, akan ada
pendakian-pendakian berikutnya. Mungkin, selanjutnya akan lebih baik,
tapi tetap, pendakian ini akan selalu berarti. Saya akan terus menanti
senja, dan berburu cahaya jingga. Semoga nanti bukan hanya Samarinda,
tapi tempat-tempat lain yang tidak kalah eksotisnya dengan sunset di
Puncak Jelawat. :)
good article
ReplyDeletepoker online
Yuk Gabung di EZSLOT99: Situs Resmi Slot Gacor Online
ReplyDeleteBonus yang diberikan EZSLOT99
* Bonue Welcome Slot 100%
* Bonus Rollingan 1% setiap senin di bagikannya
* Bonus Jackpot yang dapat anda dapatkan dengan mudah
* Minimal Depo 25.000 , WD 50.000
Info lebih lanjut kunjungi:
Website: EZSLOT99
Whatsapp : +6281385291633