Samarinda telah identik dengan banjir dan banjir itu sendiri terkait dengan keberadaan tambang batubara. Kok bisa? Ya seperti itu, ada relevansi banjir dan tambang batubara yang ta bisa dipandang sebelah mata.
Samarinda dengan kekayaan sumber daya alamnya telah melewati masa keemasannya pada sektor pertambangan emas hitam. Samarinda telah dikepung oleh Konsesi Pertambangan yang dalam beberapa tahun belakangan ini jumlahnya semakin banyak. Kekayaan alam digali dan digali oleh pihak asing melalui perusahaan lokal dan beberapa di antaranya meninggalkan kerusakan lingkungan.
Pundi-pundi uang pun berlimpah dari sektor ini, dikutip dari laman Bappeda Samarinda, sektor pertambangan dan energi menyumbang PAD yang tidak sedikit bagi Samarinda melalui pajak, gas alam, batubara hingga ekspor emas hitam. Untuk tahun 2013 saja, secara keseluruhan PAD Samarinda melampaui target pendapatan hingga lebih dari 313 miliar rupiah!
Kekayaan alam yang terus diambil, yang bukan energi terbarukan, lambat laun akan mengalami masa habisnya. Menengok jauh ke belakang sekitar tahun 1975, kota Samarinda masih dikepung oleh hutan yang asri. Beberapa titik daerah seperti sungai Karang Mumus masih rindang oleh pepohonan hingga hadirnya beberapa perusahaan kayu yang memanfaatkan kekayaan alam sampai menemukan masa keemasannya. Ditambah oleh bencana kebakaran hebat pada kisaran tahun 1985-an, era kayu hanya bertahan kisaran 20 tahun. Setelah itu Samarinda mulai menggali batubara dari dalam tanah.
Sampai kapan era pertambangan bertahan? Era keemasannya telah berlalu dan kini tinggal menunggu waktu..
Saatnya Move On
Menipisnya kekayaan alam yang menjadi sumber pendapatan akan menjadi kehilangan besar bagi pemerintah di bidang pendapatan daerah, tak bisa dipungkiri. Namun hal yang perlu dipersiapkan adalah mengembangkan dan memaksimalkan potensi lain sehingga tidak bergantung kepada pemafaatan kekayaan alam yang tak terbarukan.
Dimulai dari sekarang, hingga nanti pada saatnya Samarinda lepas dari ketergantungan sumber daya alam beberapa sektor mampu menopang. Di antara 11 sektor andalan sumber PAD Samarinda, sektor pariwisata perlu mendapat perhatian yang serius. Mengapa sektor wisata? Sektor pariwisata jika dikelola dengan baik merupakan investasi jangka panjang bagi pemerintah maupun bagi masyarakatnya.
Sayangnya, saat ini sektor wisata Samarinda pengelolaannya terkesan begitu-begitu saja dan kurang maksimal. Padahal bila dikelola dengan maksimal, potensi wisata seperti Air Terjun Pinang Seribu misalnya, bisa menyedot wisatawan lokal, luar daerah bahkan wisatawan asing untuk datang ke Samarinda. Efek dominonya akan terasa melalui terciptanya suasana yang kondusif, tingkat hunian hotel yang tinggi hingga iklim investasi yang baik.
Masalah potensi wisata ada dua hal yang saling berkaitan. Promosi dan sarana yang memadai. Jika Samarinda sudah memiliki potensi wisata yang cukup bagus, promosi yang gencar kini tinggal sarana akses menuju ke lokasi wisata. Jangan sampai wisatawan ogah datang hanya karena aksesnya yang memerlukan perjuangan, kecuali untuk wisatawan sekelas backpacker dan adventurer. (dan kemudian berharap bandar udara Sei Siring segera rampung).
Pengelolaan tempat wisata pun harus jelas dan terstruktur. Dengar-dengar nih salah satu tempat wisata di Samarinda, kepemilikan lahannya dikembalikan kepada pemilik c.q ahli warisnya. What? Oke, ini hanya isu dan kebenarannya masih perlu dikonfirmasi. Namun jika berita ini benar maka sangat disayangkan campur tangan pemerintah yang setengah-setengah. Bayangkan bila pengelolaan atau kepemilikan ada di tangan individu tentu pengembangannya tidak bisa maksimal karena masalah dana operasional dan lain-lainnya? Mengharapkan investor pun tidak mungkin ketika tak ada kekuatan hukum/badan hukum yang melindunginya. Ah, semoga saja yang saya dengar ini salah.
Bagaimanapun juga Samarinda memiliki potensi wisata yang menunggu untuk dibelai dan dipoles sedemikian rupa hingga nantinya masyarakat dapat merasakan dampaknya secara langsung dan nyata.
Uniquely Samarinda, Samarinda itu unik!
Foto-foto tentang tambang batu bara bisa dilihat di Galeri Potret Tambang Batu Bara
Samarinda dengan kekayaan sumber daya alamnya telah melewati masa keemasannya pada sektor pertambangan emas hitam. Samarinda telah dikepung oleh Konsesi Pertambangan yang dalam beberapa tahun belakangan ini jumlahnya semakin banyak. Kekayaan alam digali dan digali oleh pihak asing melalui perusahaan lokal dan beberapa di antaranya meninggalkan kerusakan lingkungan.
Tambang Batu Bara, Seperti Dua Sisi Mata Uang. |
Pundi-pundi uang pun berlimpah dari sektor ini, dikutip dari laman Bappeda Samarinda, sektor pertambangan dan energi menyumbang PAD yang tidak sedikit bagi Samarinda melalui pajak, gas alam, batubara hingga ekspor emas hitam. Untuk tahun 2013 saja, secara keseluruhan PAD Samarinda melampaui target pendapatan hingga lebih dari 313 miliar rupiah!
Kekayaan alam yang terus diambil, yang bukan energi terbarukan, lambat laun akan mengalami masa habisnya. Menengok jauh ke belakang sekitar tahun 1975, kota Samarinda masih dikepung oleh hutan yang asri. Beberapa titik daerah seperti sungai Karang Mumus masih rindang oleh pepohonan hingga hadirnya beberapa perusahaan kayu yang memanfaatkan kekayaan alam sampai menemukan masa keemasannya. Ditambah oleh bencana kebakaran hebat pada kisaran tahun 1985-an, era kayu hanya bertahan kisaran 20 tahun. Setelah itu Samarinda mulai menggali batubara dari dalam tanah.
Sampai kapan era pertambangan bertahan? Era keemasannya telah berlalu dan kini tinggal menunggu waktu..
Masa Jaya |
Menipisnya kekayaan alam yang menjadi sumber pendapatan akan menjadi kehilangan besar bagi pemerintah di bidang pendapatan daerah, tak bisa dipungkiri. Namun hal yang perlu dipersiapkan adalah mengembangkan dan memaksimalkan potensi lain sehingga tidak bergantung kepada pemafaatan kekayaan alam yang tak terbarukan.
Dimulai dari sekarang, hingga nanti pada saatnya Samarinda lepas dari ketergantungan sumber daya alam beberapa sektor mampu menopang. Di antara 11 sektor andalan sumber PAD Samarinda, sektor pariwisata perlu mendapat perhatian yang serius. Mengapa sektor wisata? Sektor pariwisata jika dikelola dengan baik merupakan investasi jangka panjang bagi pemerintah maupun bagi masyarakatnya.
Sayangnya, saat ini sektor wisata Samarinda pengelolaannya terkesan begitu-begitu saja dan kurang maksimal. Padahal bila dikelola dengan maksimal, potensi wisata seperti Air Terjun Pinang Seribu misalnya, bisa menyedot wisatawan lokal, luar daerah bahkan wisatawan asing untuk datang ke Samarinda. Efek dominonya akan terasa melalui terciptanya suasana yang kondusif, tingkat hunian hotel yang tinggi hingga iklim investasi yang baik.
Masalah potensi wisata ada dua hal yang saling berkaitan. Promosi dan sarana yang memadai. Jika Samarinda sudah memiliki potensi wisata yang cukup bagus, promosi yang gencar kini tinggal sarana akses menuju ke lokasi wisata. Jangan sampai wisatawan ogah datang hanya karena aksesnya yang memerlukan perjuangan, kecuali untuk wisatawan sekelas backpacker dan adventurer. (dan kemudian berharap bandar udara Sei Siring segera rampung).
Pengelolaan tempat wisata pun harus jelas dan terstruktur. Dengar-dengar nih salah satu tempat wisata di Samarinda, kepemilikan lahannya dikembalikan kepada pemilik c.q ahli warisnya. What? Oke, ini hanya isu dan kebenarannya masih perlu dikonfirmasi. Namun jika berita ini benar maka sangat disayangkan campur tangan pemerintah yang setengah-setengah. Bayangkan bila pengelolaan atau kepemilikan ada di tangan individu tentu pengembangannya tidak bisa maksimal karena masalah dana operasional dan lain-lainnya? Mengharapkan investor pun tidak mungkin ketika tak ada kekuatan hukum/badan hukum yang melindunginya. Ah, semoga saja yang saya dengar ini salah.
Bagaimanapun juga Samarinda memiliki potensi wisata yang menunggu untuk dibelai dan dipoles sedemikian rupa hingga nantinya masyarakat dapat merasakan dampaknya secara langsung dan nyata.
Uniquely Samarinda, Samarinda itu unik!
Foto-foto tentang tambang batu bara bisa dilihat di Galeri Potret Tambang Batu Bara
No comments:
Post a Comment